Koalisi Masyarakat Sipil: Reformasi Kepolisian Mendesak Usai Tragedi Penghilangan Nyawa Anak di Sumbar

- 29 Juni 2024, 16:30 WIB
Ilustrasi reformasi kepolisian
Ilustrasi reformasi kepolisian /dok/pixabay

 

Layar Berita - Tragedi penyiksaan dan penghilangan nyawa terhadap anak berusia 13 tahun, Alm. AM, oleh 17 anggota Ditsamapta Kepolisian Daerah Sumatera Barat (Polda Sumbar) telah menimbulkan kecaman keras dari berbagai kalangan. Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) pada Kamis 27 Juni 2024, menyatakan bahwa para anggota polisi tersebut terbukti melakukan kekerasan yang berujung kematian korban.

Hasil investigasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang mengungkap bahwa AM meninggal dunia setelah mendapat berbagai tindakan penyiksaan oleh anggota Sabhara yang berpatroli pada Minggu 9 Juni 2024, sekitar pukul 03.30 WIB. Korban ditemukan mengambang tak bernyawa di bawah jembatan aliran Batang Kuranji, Kota Padang, dengan luka-luka serius di tubuhnya.

Selain AM, lima anak dan dua orang dewasa juga menjadi korban penyiksaan. Mereka mengalami berbagai bentuk kekerasan, mulai dari dicambuk, disetrum, hingga dipaksa membuat perjanjian untuk tidak mengulangi perbuatan yang dituduhkan. Bahkan, terdapat laporan adanya kekerasan seksual.

Baca Juga: Cyberity Desak Menkominfo Mundur Pasca Serangan PDNS

Reaksi Koalisi Masyarakat Sipil

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian melalui rilisnya, mengecam keras tindakan penyiksaan ini. Menurut mereka, tindakan tersebut melanggar Konvensi Anti Penyiksaan (Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment) dan menunjukkan kurangnya pengawasan lembaga peradilan terhadap upaya penangkapan oleh polisi.

Koalisi juga mengkritik sikap Kapolda Sumbar, Irjen Suharyono, yang menyatakan bahwa AM menceburkan diri ke sungai dan mengecam upaya untuk mencari pelaku yang memviralkan kasus ini. Menurut mereka, pernyataan tersebut prematur dan mencerminkan sikap melindungi pelaku, yang justru memperkuat praktik impunitas di tubuh Polri.

Koalisi menilai bahwa kasus ini membuktikan gagalnya reformasi kepolisian di Indonesia. Sejak pemisahan peran antara Polri dan TNI pada era reformasi, agenda reformasi kepolisian dinilai tidak mengalami kemajuan signifikan. Praktik kekerasan dan penyiksaan masih terjadi dan melembaga di tubuh Polri.

Menurut laporan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), terdapat 60 peristiwa penyiksaan oleh aparat kepolisian dalam periode Juni 2023-Mei 2024. Berdasarkan temuan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan LBH Jakarta, banyak korban penyiksaan adalah anak-anak dan orang yang salah tangkap.

Halaman:

Editor: Agustiar


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah