Tidak Terjebak Kelatahan, MUI: Proporsionalitas Toleransi dalam Fatwa Salam Lintas Agama

- 1 Juni 2024, 22:59 WIB
Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Arif Fahrudin
Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Arif Fahrudin /dok/mui

 

Layar Berita – Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Arif Fahrudin, menjelaskan fatwa mengenai salam lintas agama yang ditetapkan dalam Forum Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII.

Dalam pernyataannya, Kiai Arif menegaskan bahwa toleransi merupakan sunnatullah dan sunnah Rasulullah SAW serta praktik ulama salafus salihin. Namun, Ia juga menekankan bahwa toleransi memiliki batas-batas tertentu.

"Meski toleransi penting, tidak semua aspek dalam Islam bisa ditoleransi. Islam melarang mencampuradukkan wilayah aqidah dan ritual keagamaan (sinkretisme atau talfiq al-adyan) yang bisa mengaburkan garis demarkasi antara akidah dan muamalah," tegas Kiai Arif.

Baca Juga: Keutamaan dan Niat Puasa Ayyamul Bidh yang Perlu Diketahui

Dalam penjelasannya, Kiai Arif mengutip ayat Al-Qur'an, "Untukmu agamamu, dan untukku agamaku" (QS. Al-Kafirun:6), yang menekankan pentingnya otorisasi akidah dan syariah Islam. Namun, dalam hal muamalah dan relasi sosial-budaya, toleransi Rasulullah SAW terhadap saudara antar umat beragama sangat penting untuk diteladani oleh umat Islam.

Kiai Arif juga mengingatkan tentang hadis yang menekankan perilaku beragama yang lembut dan penuh toleransi, seperti ditunjukkan oleh Rasulullah SAW terhadap seorang nenek Yahudi yang selalu menjelek-jelekkan beliau. Dalam konteks ini, fatwa salam lintas agama mempertimbangkan kondisi sosial dan budaya masyarakat Indonesia yang plural.

"Misalnya, di wilayah di mana populasi umat Islam tidak dominan dan interaksi lintas agama adalah bagian dari tradisi budaya, umat Islam memiliki alasan syar'i untuk tidak menghindari tradisi tersebut selama tidak diniatkan sebagai bentuk amaliah ibadah dan akidah," jelas Kiai Arif.

Hal yang sama berlaku bagi muslim yang menjadi pejabat pemerintahan atau pejabat publik. Fatwa Ijtima Ulama MUI menganjurkan agar pejabat menggunakan redaksi salam nasional yang inklusif. Namun, jika ini tidak memungkinkan, mereka mendapat alasan syar'i dengan syarat tidak diniatkan sebagai bentuk sinkretisme ibadah.

Halaman:

Editor: Agustiar

Sumber: mui.or.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah