Bank Indonesia Ungkap Penurunan Utang Luar Negeri Indonesia di April 2024

- 14 Juni 2024, 14:55 WIB
Presiden Joko Widodo (kanan) berbincang dengan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo saat mengikuti Rakornas Pengendalian Inflasi Tahun 2024 di Istana Negara, Jakarta, Jumat 14 Juni 2024
Presiden Joko Widodo (kanan) berbincang dengan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo saat mengikuti Rakornas Pengendalian Inflasi Tahun 2024 di Istana Negara, Jakarta, Jumat 14 Juni 2024 /Antara

 

Layar Berita – Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa utang luar negeri (ULN) Indonesia mengalami penurunan pada April 2024, mencapai 398,3 miliar dolar AS. Angka ini menunjukkan penurunan dibandingkan dengan posisi ULN pada Maret 2024 yang mencapai 404,8 miliar dolar AS.

Menurut Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono yang dilansir dari Antara di Jakarta, Senin, 14 Juni 2024, penurunan ini mencerminkan kontraksi pertumbuhan tahunan sebesar 1,5 persen, dibandingkan dengan pertumbuhan 0,2 persen pada Maret 2024. Penurunan ini terutama berasal dari ULN sektor publik dan swasta.

"Secara tahunan, ULN Indonesia mencatat kontraksi pertumbuhan sebesar 1,5 persen year on year (yoy), setelah tumbuh sebesar 0,2 persen (yoy) pada Maret 2024. Penurunan tersebut bersumber dari ULN sektor publik dan swasta," katanya.

Baca Juga: Menteri ESDM Dorong Peningkatan Komponen Dalam Negeri di Sektor Migas

Erwin menambahkan bahwa ULN pemerintah terus menunjukkan tren penurunan. Pada April 2024, ULN pemerintah tercatat sebesar 189,1 miliar dolar AS, turun dari 192,2 miliar dolar AS pada bulan sebelumnya. Ini mencerminkan kontraksi pertumbuhan tahunan sebesar 2,6 persen, lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi 0,9 persen pada bulan sebelumnya.

Penurunan ini terutama disebabkan oleh penyesuaian penempatan dana investor nonresiden pada Surat Berharga Negara (SBN) domestik ke instrumen investasi lain seiring dengan peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global.

Pemerintah berkomitmen untuk menjaga kredibilitas dengan memenuhi kewajiban pembayaran pokok dan bunga utang secara tepat waktu. Selain itu, pemerintah juga berupaya mengelola ULN secara fleksibel dan oportunistik dalam aspek timing, tenor, currency, dan instrumen untuk mendapatkan pembiayaan yang paling efisien dan optimal.

Sebagai bagian dari instrumen pembiayaan APBN, pemanfaatan ULN terus diarahkan untuk mendukung pembiayaan sektor prioritas. Sektor-sektor ini mencakup sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (20,9 persen dari total ULN pemerintah); administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (18,6 persen); jasa pendidikan (16,8 persen); konstruksi (13,6 persen); serta jasa keuangan dan asuransi (9,6 persen).

Erwin juga menekankan bahwa ULN swasta juga menunjukkan penurunan. Pada April 2024, ULN swasta tercatat sebesar 195,2 miliar dolar AS, lebih rendah dibandingkan dengan 198,0 miliar dolar AS pada Maret 2024.

Secara tahunan, ULN swasta mengalami kontraksi pertumbuhan yang lebih dalam, dari sebesar 1,3 persen menjadi 2,9 persen pada April 2024. Kontraksi ini berasal dari perusahaan lembaga keuangan dan bukan lembaga keuangan yang masing-masing mengalami kontraksi sebesar 5,7 persen dan 2,2 persen.

Berdasarkan sektor ekonomi, ULN swasta terbesar berasal dari sektor industri pengolahan; pengadaan listrik, gas, uap/air panas, dan udara dingin; jasa keuangan dan asuransi; serta pertambangan dan penggalian, dengan pangsa mencapai 78,3 persen dari total ULN swasta.

Struktur ULN Indonesia tetap sehat, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. Hal ini tercermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang turun menjadi 29,1 persen pada April 2024 dari 29,3 persen pada Maret 2024, serta didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 87,1 persen dari total ULN.

Bank Indonesia dan pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam pemantauan perkembangan ULN untuk menjaga agar struktur ULN tetap sehat. Peran ULN juga akan terus dioptimalkan untuk menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan, dengan meminimalkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian.***

Editor: Agustiar

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah