Hikmah Ramadhan dan Ambisi untuk Beribadah

- 25 Februari 2024, 17:49 WIB
Ilustrasi Ramadan
Ilustrasi Ramadan /kemenag

 

Layar Berita - Saat ini kita sudah memasuki pertengahan bulan Syaban, yang berarti hanya sekitar dua pekan lagi memasuki bulan suci Ramadhan.  Tentunya semua umat muslim sangat merindukan datangnya bulan penuh berkah ini.

Perpindahan dari Syaban ke Ramadhan bukan sebatas pergantian bulan tanpa makna, tetapi merupakan peralihan dimensi spiritual yang memerlukan kesiapan iman secara matang.

Bulan suci Ramadhan diibaratkan laksana sebuah kebun yang penuh dengan beragam tanaman dan buah yang siap dipanen. Semua umat muslim bisa memetiknya sebanyak yang dia mau. 

Baca Juga: Apa Hukum Gunakan Handphone saat Khutbah Jumat

Begitulah bulan Ramadhan, di dalamnya ada limpahan pahala yang siap diunduh oleh umat Muslim dengan cara meningkatkan ibadah.  Mengingat inilah, wajar saja jika momen mulia tersebut menjadi kesempatan emas untuk berlomba memperbanyak ibadah.

Rasulullah sendiri setiap menjelang tiba Ramadhan selalu memotivasi para sahabat dengan menyampaikan,

أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ أَظَلَّكُمْ شَهْرٌ عَظِيْمٌ، شَهْرٌ مُباَرَكٌ، شَهْرٌ فِـيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ جَعَلَ اللهُ صِياَمَهُ فَرِيْضَةً وَ قِياَمَ لَيْلِهِ تَطَـوُّعاً مَنْ تَقَرَّبَ فِـيْهِ بِخَصْلَةٍ مِنَ اْلخَيْرِ كَانَ كَمَنْ أَدَّى فَرِيْضَةً فِـيْماَ سِوَاهُ وَمَنْ أَدَّى فِـيْهِ فَرِيْضَةً كَانَ كَمَنْ أَدَّى سَبْعِيْنَ فَرِيْضَةً فِـيْمَا سِواَهُ وَهُوَ شَهْرُ الصَّـبْرِ وَالصَّـبْرُ ثَـوَابُهُ الْجَنَّةُ وَشَهْرُ الْمُوَاسَاةِ وَ شَهْرٌ يَزْدَادُ فِـيْهِ رِزْقُ الْمُؤْمِنِ، مَنْ فَطَّرَ فِـيْهِ صَائِماً كَانَ مَغْفِرَةً لِذُنُوْبِهِ وَعِتْقَ رَقَبَتِهِ مِنَ النَّارِ وَ كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْتَقُصَ مِنْ أَجْرِهِ شَيْءٌ

Artinya, "Wahai manusia, telah tiba bulan yang agung lagi mulia. Bulan yang di dalamnya terdapat malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Allah telah menjadikan puasanya wajib dan shalat malamnya sebagai amal sunnah. 

Barangsiapa melakukan satu ibadah sunnah pada bulan ini, maka pahalanya seperti menunaikan satu kewajiban di bulan lainnya. Dan barangsiapa menunaikan satu ibadah wajib pada bulan ini, maka pahalanya seperti menunaikan tujuh puluh kewajiban di bulan lainnya. 

Ini adalah bulan kesabaran. Pahala kesabaran adalah surga. Juga bulan kepedulian, bulan saat rezeki orang mukmin ditambah. 

Barangsiapa memberi makanan berbuka untuk orang yang berpuasa pada bulan ini, maka dosa-dosanya akan diampuni, terbebas dari api neraka, dan memperoleh pahala seperti pahala orang yang ia beri makanan tadi tanpa mengurangi pahala orang itu sedikitpun.” (HR Ibnu Khuzaimah).

Sabda Rasulullah ini berpesan kepada umat muslim agar bulan Ramadhan yang memiliki limpahan ibadah sunnah dan pahala tak terhingga bisa dijalani dengan sebaik mungkin. 

Konsisten dalam Beribadah

Ibadah yang baik bukanlah amalan yang semangat dilakukan di awal tapi semakin lama semakin luntur spirit dan kualitasnya. Demikian sering kita jumpai saat Ramadhan. 

Awal bulan tampak semangat beribadah, tapi memasuki separuh bulan terakhir mulai redup. Padahal, kata Nabi, ibadah yang baik adalah ibadah yang dilakukan dengan konsisten, kendati tidak terlalu besar bentuknya.

أَحَبُّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ.

Artinya, “Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling konsisten meskipun sedikit.” (HR Bukhari)

Berkaitan dengan hal ini, ada kisah menarik ketika sekelompok sahabat bertekad melakukan ibadah terlalu ekstra, padahal mereka belum tentu mampu menjalankannya. Hal ini kemudian mendapat teguran tegas dari Rasulullah. Kisah ini disampaikan dalam hadits riwayat Imam Bukhari.

Disebutkan, sekali waktu datang tiga orang sahabat ke istri-istri Nabi. Mereka semua penasaran dengan laku ibadah Nabi. Sebagai orang yang tinggal serumah, istri Nabi tentu lebih tahu detail aktivitas Nabi, termasuk dalam hal ibadah.

Kunjungan tiga sahabat itu tidak diketahui oleh Rasulullah. Begitu mereka mendengar penjelasan apa dan bagaimana ibadah Nabi, mereka heran, ternyata ibadah Nabi tidak sesuai dengan ekspektasi yang mereka bayangkan. Dalam pandangan mereka, sebagai Nabi yang tentu memiliki tingkat spiritualitas tinggi, ibadahnya pasti luar biasa. 

Tapi realitasnya tidak demikian. Mereka pun berkesimpulan, “Wajar Nabi ibadahnya sedikit begitu, Ia kan sudah dijamin mendapat ampunan dari Allah. Kalau kita? Ya tetap harus berlomba dalam beribadah. Siapa yang ibadahnya paling hebat, dia lah yang pahalanya terbanyak,” hemat mereka.

Sejurus kemudian, mereka bertekad untuk beribadah dengan lebih melangit lagi. Ada yang berjanji akan melaksanakan shalat malam selamanya. Ada pula yang bersikukuh untuk berpuasa setiap hari. Bahkan, ada juga yang mantap menyatakan untuk membujang seumur hidup demi fokus beribadah.

Ternyata tekad ‘konyol’ mereka ini sampai ke telinga Rasulullah. Segeralah Rasulullah menemui mereka.

“Apa betul kalian yang berkata demikian?” Nabi mengawali. “Demi Allah, aku adalah orang yang paling bertakwa di antara kalian. Tapi tidak selamanya juga aku shalat malam, tidak setiap hari pula aku berpuasa, dan aku juga tetap menikahi wanita!” Lanjut Nabi. 

“Siapa yang tidak menyukai sunnahku, Ia bukanlah dari bagianku!” tegas Nabi.

Berkaitan hadits di atas, Ibnu Hajar menjelaskan, ibadah yang dilakukan dengan terlalu berambisi, justru bisa menyebabkan rasa bosan. Kalau sudah bosan, semangat ibadah turun. Lain lagi jika ibadah dilakukan dengan sewajarnya (tidak malas-malasan, juga tidak berlebihan), hasilnya adalah ibadah dikerjakan dengan konsisten. (Ibnu Hajar, Fatḫul Bârî, juz IX, h. 7)

Kisah di atas berpesan kepada kita bahwa dalam beribadah juga perlu mempertimbangkan kemampuan tiap-tiap pengamalnya. Sebab, jika dosis ibadah berlebihan justru akan membuat kita kelelahan. 

Dalam konteks Ramadhan, sudah sepatutnya kita beribadah secara proporsional dan melakukannya dengan konsisten. Wallahu a’lam.***

 

Editor: Agustiar

Sumber: kemenag.go.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah